News Admin
Live
wb_sunny

Breaking News

Di Wilayah Belasa Pekon Luar Kecamatan Batu Ketulis Lampung Barat Banyak Anak Usia Sekolah Tidak Bersekolah.

Di Wilayah Belasa Pekon Luar Kecamatan Batu Ketulis Lampung Barat Banyak Anak Usia Sekolah Tidak Bersekolah.


Lampung Barat, Berani News
Anak usia sekolah yang tidak bersekolah ternyata bertebaran di Lampung Barat, di satu RT di wilayah Belasa (dusun kantong Pekon Luas, Kecamatan Batu Ketulis).



 Berani-News menemukan empat anak putus sekolah dan satu anak usia delapan tahun yang belum sekolah, Mereka tinggal di RT 4 Pemangku 6 Sinar Harapan atau sering disebut Belasa.
Ke-lima anak ini seluruhnya mengaku tak sekolah sebab tak punya biaya.

Benarkah program nasional wajib belajar sembilan tahun tak sampai ke Belasa? Sebab Rohmat (12), Rendi Andika (12), Angga Tri Ramdani (10), dan Rizal Sahputra yang bermukim disana semuanya tak sekolah.

Bahkan Hendra (8) juga belum pernah mencicipi indahnya bangku sekolahan.
Di Belasa, hari-hari para bocah usia sekolah tidak diisi dengan KBM. Hari-hari bocah Belasa diisi dengan mencari rumput untuk pakan kambing, membersihkan rumput di kebun kopi atau bermain kesana kemari membunuh waktu.


Kepada Berani-News para bocah ini mengaku sangat ingin sekolah lagi. Beragam alasan mereka kemukakan kenapa sampai putus sekolah. Rohmat (12) putra dari pasutri Maksum dan Ucum mengaku pernah menempuh pendidikan di SDN Argomulyo sampai kelas 4.

Namun karena Maksum, bapaknya tak mampu mengongkosi, Rohmat memilih berhenti sekolah dan membantu orang tuanya di kebun. Sudah dua tahun lamanya ia tak kembali mengenakan seragam SD miliknya.

 Sekarang seragam itu sudah usang dan dijadikan kain lap,
Sedangkan Rendi Andika dan Angga Tri Ramdani mengaku pernah menempuh pendidikan di Madrasah Ibtidaiyah Andapraja, Dusun Cikupa, Kecamatan Rajadesa, Kabupaten Ciamis, Jawa Barat.

Rendi sudah duduk di kelas 4 dan dinyatakan naik ke kelas 5, sedangkan Angga baru sampai kelas 2. Namun karena mengikuti orang tuanya berkebun di Belasa, kedua bocah ini berhenti sekolah.


 Celakanya, sikap abai orang tua mereka terhadap pentingnya pendidikan menyebabkan kedua bocah ini tak mengurus surat pindah saat beranjak ke Lampung.

Namun kepada Berani-News Rendi dan Angga mengaku tetap ingin sekolah jika di bantu Pemkab Lambar.
Rahman (40) ayah dari Angga Tri Ramdani menyatakan dirinya tak pernah punya niat menelantarkan sang buah hati.

Pasca perceraian dengan istrinya dua tahun silam, ia sibuk mencari nafkah dibantu Angga. Ia memang tak pernah memikirkan kemungkinan putra semata wayangnya itu kembali ke bangku sekolah. Pasalnya, selain tak punya surat pindah, ia juga tak punya biaya mengongkosi transportasi ke SDN yang jaraknya sangat jauh dari pemukiman mereka.


 “Belum lagi beli baju dan buku sama tetek bengek keperluan sekolah Pak. Buat makan aja kami kesulitan,” ujar Rahman polos.
Sebagai petani kopi yang mengantongi ijin HKm (Hutan Kemasyarakatan) Way Lipung di Hutan Lindung Register 43 B Krui Utara yang hidup pas-pas-an, Maksum (ayah Rohmat) Emuh (ayah Rendi) dan Rahman (ayah Angga) justru berharap pemerintah mau memfasilitasi agar anak mereka bisa kembali ke bangku sekolah.
 “Kalau ada bantuan dari pemerintah, saya ijinkan anak saya sekolah. Saya dorong lah pak,” ujar Emuh.

Kabid Pendidikan Dasar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lampung Barat Wasis Supriyadi membenarkan ada sejumlah anak usia sekolah yang putus sekolah di Lampung Barat.
Menurut Wasis, penanganan terhadap mereka membutuhkan peran aktif komite sekolah.

Sebagai wakil masyarakat di sekolah, komite sekolah harus peka terhadap persoalan pendidikan di lingkungan mereka. Selain peran aktif komite, peran aktif kepala sekolah pada lingkungan mereka juga menjadi vital.

Ia memastikan Pemkab melalui Disdikbud menyediakan semua kebutuhan yang diperlukan dalam melaksanakan program nasional wajib belajar sembilan tahun.

Sebagai dalih Wasis menambahkan, ada 210 sekolah dasar dan 54 sekolah lanjutan tingkat pertama yang tersebar di Lambar.



Dari data sebaran sekolah bisa dipastikan bahwa sekolah yang ada telah menjangkau daerah-daerah terpencil. Namun rendahnya kesadaran orang tua tentang pentingnya pendidikan juga ikut berpengaruh pada persoalan anak putus sekolah.

Menjadi sebuah ironi bahwa program nasional wajib belajar sembilan tahun tidak bisa menjangkau bocah-bocah gunung di Belasa.
Minimnya pengetahuan para orang tua, kurang pedulinya aparatur pemerintah khususnya di bidang pendidikan, serta tak pedulinya masing-masing komite sekolah pada lingkungan sekitar ditenggarai menjadi lingkaran setan yang menghambat kehendak luhur mengentaskan buta huruf dan kemiskinan di Lampung Barat.(daniel)

Tags

Newsletter Signup

Sed ut perspiciatis unde omnis iste natus error sit voluptatem accusantium doloremque.

Posting Komentar